techinlife.info – Berpikir positif sering dianggap sebagai cara terbaik untuk menghadapi tantangan hidup. Namun, ketika optimisme dipaksakan tanpa ruang untuk emosi negatif, hal ini berubah menjadi toxic positivity. Fenomena ini terjadi ketika seseorang menolak atau menekan perasaan tidak menyenangkan demi terlihat kuat dan bahagia di mata orang lain.
Contoh umum dari toxic positivity adalah respons seperti “Kamu harus tetap bersyukur” atau “Jangan sedih, semuanya pasti ada hikmahnya” saat seseorang sedang mengalami kesulitan. Niatnya mungkin baik, tetapi ucapan ini dapat membuat orang merasa diabaikan atau dianggap lemah karena menunjukkan emosi negatif.
- Toxic positivity berbahaya karena menghambat proses penyembuhan emosional. Menolak perasaan sulit dapat menyebabkan stres yang terpendam, kecemasan, dan bahkan depresi. Sebaliknya, mengakui dan menerima emosi negatif adalah langkah penting untuk memahami dan mengatasinya dengan sehat.
Untuk menghindari toxic positivity, cobalah bersikap lebih empatik dan terbuka. Alih-alih memaksakan pemikiran positif, dengarkan dengan tulus dan validasi perasaan seseorang. Dengan menerima bahwa hidup penuh dengan emosi yang beragam, kita dapat menciptakan keseimbangan emosional yang lebih sehat dan otentik.